Asal Usul Suku Anak Dalam
Beberapa mitos-mitos lisan mengenai putri cantik Pinang Masak dari Minangkabau diceritakan. Dia menjadi ratu di Sumatera dan dikenal oleh ratu Majapahit sebagai ratu Jambé. Juga ada mitos tentang Iskandar Zulkarnain (Alexander the Great) dan menurut salah satu mitos orang
Kubu mereka sebenarnya prajurit Iskandar Zulkarnain (Andaya 1995: 8).Temenggung Tarib menceritakan bahwa menurut sejarah lisan orang Rimba di bukit Duabelas mereka berasal dari kerajaan Pagaruyung yang merantau ke Jambi. Temenggung Tarib pribadi menjelaskan bahwa memang dia bisa berhitung sejarah sampai 6 generasi lalu. Ahli antropolog asal dari Jambi menjelaskan kepada penulis bahwa kelompok yang tinggal dekat Temenggung Tarib menceritakan kepada ahli antropolog bahwa menurut sejarah lisan orang Rimba itu, mereka bisa berhitung sejarah dari nenek moyangnya sampai 10 generasi. Artinya, orang Rimba memiliki sejarah lisan dalam jangka 300 sampai 500 tahun, atau kurang lebih dari abad ke16 atau ke 39
Sebenarnya jelas bahwa dari cerita diatas sangat sulit menggambarkan peristiwa pada masa lalu.Demikian juga, menurut pengamatan logat dan bahasa yang digunakan oleh penduduk propinsi Jambi, dipengaruhi oleh Minangkabau,Jawa dan Bugis. Selain dari pengaruh bahasa juga ada pengaruh dari budaza Jawa yang diterima oleh penduduk pesisir pantai dan daratan rendah dari Palembang sampai kota Jambi. Pengaruh dari budaya Bugis dapat dilihat di daerah Tungkal dan sekitarnya. Pengaruh budaya Minangkabau dapat dilihat di daerah bagian barat Tembesi.
Sistem Kepercayaan Suku Anak Dalam
Konsep dunia mereka dibagi halo nio atau dunia disini (dunia nyata) dan halom Dewa atau dunia di atas (dunia setelah wafat). Kedua dunia tersebut dikontraskan dengan istilah kasar dan haluy, atau kasar dan halus yang diatur oleh Tuhan. Tuhannya tidak bisa dilihat seperti juga Dewa, tetapi bisa didengar sebagai bunyi alam yang keras seperti kicau 63burung. Dewa-dewi berada di hutan, di puncak bukit, tempat air dan di pinggir sungai. Dewa-dewi yang tinggal di hulu sungai dianggap sebagai Dewa yang bermanfaat, Dewa-dewi yang tinggal di hilir sungai, tempat kebanyakan orang Melayu tinggal, dianggap sebagai pembawa hal-hal yang jelek seperti penyakit cacar dan pedagang budak.Peristiwa seperti melahirkan anak, pernikahan, menyembuhkan
Wilayah Suku Anak Dalam
Daerah yang didiami oleh Suku Anak Dalam / Orang Kubu ada di kawasan Taman Nasional Bukit XII ( dua belas ) antara lain terdapat di daerah Sungai Sorenggom, Sungai Terap dan Sungai Kejasung Besar / Kecil, Sungai Makekal dan Sungai Sukalado. Nama-nama daerah tempat mereka bermukim mengacu pada anak-anak sungai yang ada di dekat permukiman mereka.Walaupun mereka jarang menggunakan sungai sebagai tempat membersihkan dirinya, tetapi keberadaan sungai sebagai sarana kehidupan mereka terutama untuk kebutuhan
air minum, sehingga pemukiman mereka selalu diarahkan tidak jauh dari anak-anak sungai Wilayah Taman Nasional Bukit XII ( dua belas ) memiliki beberapa tempat tinggal lain di kaki bukitnya, dengan Bukit Dua Belas sebagai titik sentralnya. Dinamakan Bukit Dua Belas karena menurut Suku Anak Dalam / Orang Kubu, bukit ini memliki 12 ( dua belas ) undakan / jenjang untuk sampai dipuncaknya. Ditempat inilah menurut mereka banyak terdapat roh nenek moyang mereka, dewa-dewa dan hantu-hantu yang bisa memberikan kekuatan.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Rimba adalah matrilineal yang samadengan sistem kekerabatan budaya Minangkabau. Tempat hidup pascapernikahan adalah uxorilokal, artinya saudara perempuan tetap tinggal didalam satu pekarangan sebagai sebuah keluarga luas uxorilokal. Sedangkan saudara laki-laki dari keluarga luas tersebut harus mencari istri diluar pekarangan tempat tinggal. Orang Rimba tidak diperbolehkan memanggil istri atau suami dengan namanya, demikian pula antara adik dengan kakak dan antara anak dengan orang tua. Mereka juga tidak menyebut nama orang yang sudah 54 meninggal dunia. Sebenarnya menyebut nama seseorang dianggap tabu oleh orang Rimba. Sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran, gadis dan pemuda laki laki saling menjaga jarak. Waktu seorang anak laki-laki beranjak remaja atau dewasa, sekitar umur 14-16 tahun, bila tertarik kepada seorang gadis, akan mengatakan hal tersebut kepada orang tuanya. Lalu orangtuanya akan menyampaikan keinginan anak mereka kepada orang tua si gadis dan bersama-sama memutuskan apakah mereka cocok. Pernikahan yang terjadi antara orang desa dan orang Rimba, sama dengan antara anak kelompok Rimba dan kelompok Rimba lain.Ada tiga jenis perkawinan, yaitu; pertama dengan mas kawin. Kedua, dengan prinsip pencurahan, yang artinya laki-laki sebelum menikah harus ikut mertua dan bekerja di ladang dan berburu untuk dia membuktikan dirinya. Ketiga, dengan pertukaran gadis, artinya gadis dari
kelompok lain bisa ditukar dengan gadis dari kelompok tertentu sesuai dengan keinginan laki-laki dan gadis-gadis tersebut. Orang Rimba menganggap hubungan endogami keluarga inti (saudara seperut/suadara kandung) atau hubungan dengan orang satu darah, merupakan sesuatu yang tabu. Dengan kata lain, perbuatan sumbang (incest) dilarang, sama halnya dengan budaya Minangkabau. Mayoritas pernikahan adalah monogami, tetapi ada juga hubungan
poligami atau lebih tepat poligini, yang kelihatannya untuk melestarikan asal suku. Sebenarnya, adalah alasan sosial lain, samping melindungi 55 sumber anak adalah keinginan untuk memelihara janda atau perempuan mandul. Poligini jarang jadi di kelompok Temenggung Tarib. Umur harapan hidup laki-laki lebih pendek daripada harapan hidup perempuan dan perempuan selalu diutamakan, pada umumnya pekerjaan berbahaya dilakukan oleh laki-laki. Kaum kerabat merupakan sumber semua bantuan.Kelompok Temenggung Tarib terdiri dari 28 pesakan atau Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah kira-kira 100 jiwa. Sebenarnya kelompok
ini terbagi dua, yaitu di tempat Semapui yang berjumlah 9 KK dan ditempat dekat Paku Aji 19 KK. Temenggung Tarib sendiri pernah bercerai dan kawin lagi. Dia mempunyai 8 anak kandung, 3 jenton dan 5 betino,ditambah satu anak angkat betino.Penulis juga melakukan studi lapangan di kelompok Biring.Kelompok Biring terdiri dari 2 kelompok. Kelompok pertama, tinggal di hutan dibawah pemimpin Gera terdiri dari 6 KK saja. Kelompok kedua yang terdiri dari sekitar 12 KK sudah dibina, masuk Islam dan mendapat paket bantuan dari Depsos. Kebudayaan orang Rimba juga mengenal sistem pelapisan sosial.Temenggung adalah pemimpin utama dalam struktur kelompok., yang posisinya diwarisi sebagai hak lahir dari orang tua. Tetapi, jika pemimpin tidak sesuai atau disetujui oleh anggota kelompok, pemimpin bisa diganti melalui jalur “diskusi terbuka” atau forum yang bisa dilakukan dimana mana.56
Menurut Temenggung Tarib, jumlah kelompok yang diwakili oleh Temenggung naik dari 3 kelompok pada tahun 1980an, sampai 6 kelompok yang di wakili oleh Temenggung di Bukit Duabelas dewasa ini. Dulu ada kelompok Makekal, Kejasun dan Air Hitam, dewasa ini di daerah Makekal adalah kelompok yang di Temenggungi oleh Temenggung Mukir dan Temenggung Merah, daerah Kejasung dengan kelompok yang dipimpin oleh Temenggung Mijah, Marid, Kecik dan Jelita dan di daerah Air Hitam adalah kelompok Tarib dan Biring.Banyak interaksi dan lintas pernikahan (cross weddings) terjadi antar kelompok, misalnya istri Temenggung Tarib punya darah Makakal dan orang kelompok Tarib nikah orang kelompok Biring. Hal tersebut mengakibatkan struktur dan komposisi organisasi sosial hampir sama dengan kelompok lain. Temenggung Biring setelah pindah keluar dan menganut agama Islam berganti nama dan sekarang dikenal dengan nama Pak Helmi. Sebenarnya anggota kelompok Biring serta anggota kelompok Tarib terpisah. Artinya, ada anggota yang tinggal di hutan secara tradisional dan ada anggota kelompok yang pindah keluar yang dapat bantuan dan merubah kepercayaan. Mungkin alasan memisahkan diri adalah faktor ekonomi atau faktor akulturasi dengan budaya pasca tradisional. Menurut mantan Temenggung Biring, pak Helmi, struktur masyarakat terdiri dari: Temenggung adalah kepala suku. Ketika dia absen dia diwakili wakil Temenggung. Seorang yang bergelar Depati bertugas 57 menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan hukum dan keadilan. Seorang yang bergelar Debalang yang tugasnya terkait dengan stabilitas keamanan masyarakat dan seorang yang bergelar Manti yang tugasnya memanggil masyarakat pada waktu tertentu. Pengulu adalah sebuah institusi sosial yang mengurus dan memimpin masyarakat orang Rimba. Ada juga yang bertugas seperti dukun, atau Tengganai dan Alim yang mengawasi dan melayani masyarakat dalam masalah spiritual dan di bidang kekeluargaan, nasehat adat dan sebagainya Temenggung Tarib sangat aktif mengorganisir hubungan dengan dunia luar, supaya nasib orang Rimba diketahui. Misalnya dia bertemu dengan Presiden Megawati Sukarnoputri, menjadi pewakil orang Rimba dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Jakarta, 15-22 Maret 1999 dan wakil orang Rimba untuk Dewan Aliansi Daerah untuk Aliansi Masyarakat Daerah propinsi Jambi dari periode 1999 sampai sekarang.
Orang Rimba yang tinggal di pinggir Bukit Duabelas berinteraksi cukup sering dengan orang desa. Kelihatannya orang Rimba yang tinggal lebih didalam Bukit Duabelas tidak berinteraksi sama sekali. Orang Rimba sebenarnya sering memerlukan bantuan dari orang Rimba yang bermukim di pinggir hutan. Mereka minta bantuan untuk mendapat barang dari pasar. Maksudnya, orang Rimba yang tinggal didalam Bukit Duabelas memesan barang yang dijual di pasar kepada orang Rimba di pinggir hutan, dan diambil oleh mereka setelah barangnya sudah didapat.58 Posisi Jenang, atau penghubung antara orang Rimba dan pemerintah adalah warisan dari masa lampau, waktu belum sering adahubungan dengan luar. Tugas pertamanya beli barang dan jual kepada pihak tertentu, serta jalur komunikasi dengan luar. Kelihatannya posisinya terkadang disalahgunakan, itu alasan saat Jenang meninggal posisinya tidak diisi lagi dan orang Rimba yang sudah cukup biasa dengan prosedur, melakukan perundingan sendiri dengan luar
Organisasi Sosial Suku Anak Dalam
Masyarakat Suku Anak Dalam hidup secara berkelompok, namun keberadaan kelompok ini tidak dibatasi oleh wilayah tempat tinggal tertentu. Mereka bebas saja untuk tinggal bersama dengan kelompok lain. Namun mereka tidak dengan mudah berganti-ganti kelompok / tumenggungnya karena sudah ada hukum adat yang mengaturnya. Jika terjadi perkawinan antar kelompok ada kencenderungan bahwa pihak laki-laki akan mengikuti kelompok dari istrinya.
Susunan organisasi sosial pada masyarakat Suku Anak Dalam terdiri dari :
Tumenggung : Kepala adat / Kepala masyarakat
Wakil Tumenggung : Pengganti Tumenggung jika berhalangan
Depati : Pengawas terhadap kepemimpinan tumenggung
Mentri : Menyidang orang secara adat / hakim
Mangku : Penimbang keputusan dalam sidang adapt
Anak Dalam : Menjemput Tumenggung ke sidang adapt
Debalang Batin : Pengawal Tumenggung
Tengganas / Tengganai : Pemegang keputusan tertinggi sidang adat dan Dapat membatalkan keputusan
Seperti dikemukakan di awal bahwa kepemimpinan Suku Anak Dalam sudah tidak terdapat pemimpin yang punya kemampuan kekuasaan yang mutlak. Pemimpin mereka sekarang dipilih berdasarkan pengajuan Tumenggung sebelumnya untuk kemudian ditanyakan seluruh anggotanya menduduki jabatan tertentu dalam organisasi sosial mereka. Jika sebagian besar menyetujui maka orang tersebut dapat menduduki jabatan tersebut dan disahkan melalui pertemuan adat dalam suatu upacara.
Jabatan Tumenggung yang terlihat punya kekuasaan cukup besarpun masih dibatasi oleh beberapa jabatan lain seperti jabatan Tengganas yang mampu membatalkan keputusan Tumenggung. Ini menunjukkan bahwa Suku Anak Dalam telah mengenal suasana demokrasi secara sehat. Kepemimpinan merekapun masih dibicarakan dan harus memperoleh suara kelompoknya, walau memang masih mutlak akan menduduki jabatan Tumenggung, apabila dia dinilai sudah banyak menyimpang dari adat Suku Anak Dalam berarti sudah banyak menggunakan kebiasaan Orang Terang.

Sebenarnya jelas bahwa dari cerita diatas sangat sulit menggambarkan peristiwa pada masa lalu.Demikian juga, menurut pengamatan logat dan bahasa yang digunakan oleh penduduk propinsi Jambi, dipengaruhi oleh Minangkabau,Jawa dan Bugis. Selain dari pengaruh bahasa juga ada pengaruh dari budaza Jawa yang diterima oleh penduduk pesisir pantai dan daratan rendah dari Palembang sampai kota Jambi. Pengaruh dari budaya Bugis dapat dilihat di daerah Tungkal dan sekitarnya. Pengaruh budaya Minangkabau dapat dilihat di daerah bagian barat Tembesi.
Sistem Kepercayaan Suku Anak Dalam
Konsep dunia mereka dibagi halo nio atau dunia disini (dunia nyata) dan halom Dewa atau dunia di atas (dunia setelah wafat). Kedua dunia tersebut dikontraskan dengan istilah kasar dan haluy, atau kasar dan halus yang diatur oleh Tuhan. Tuhannya tidak bisa dilihat seperti juga Dewa, tetapi bisa didengar sebagai bunyi alam yang keras seperti kicau 63burung. Dewa-dewi berada di hutan, di puncak bukit, tempat air dan di pinggir sungai. Dewa-dewi yang tinggal di hulu sungai dianggap sebagai Dewa yang bermanfaat, Dewa-dewi yang tinggal di hilir sungai, tempat kebanyakan orang Melayu tinggal, dianggap sebagai pembawa hal-hal yang jelek seperti penyakit cacar dan pedagang budak.Peristiwa seperti melahirkan anak, pernikahan, menyembuhkan
Wilayah Suku Anak Dalam
Daerah yang didiami oleh Suku Anak Dalam / Orang Kubu ada di kawasan Taman Nasional Bukit XII ( dua belas ) antara lain terdapat di daerah Sungai Sorenggom, Sungai Terap dan Sungai Kejasung Besar / Kecil, Sungai Makekal dan Sungai Sukalado. Nama-nama daerah tempat mereka bermukim mengacu pada anak-anak sungai yang ada di dekat permukiman mereka.Walaupun mereka jarang menggunakan sungai sebagai tempat membersihkan dirinya, tetapi keberadaan sungai sebagai sarana kehidupan mereka terutama untuk kebutuhan
air minum, sehingga pemukiman mereka selalu diarahkan tidak jauh dari anak-anak sungai Wilayah Taman Nasional Bukit XII ( dua belas ) memiliki beberapa tempat tinggal lain di kaki bukitnya, dengan Bukit Dua Belas sebagai titik sentralnya. Dinamakan Bukit Dua Belas karena menurut Suku Anak Dalam / Orang Kubu, bukit ini memliki 12 ( dua belas ) undakan / jenjang untuk sampai dipuncaknya. Ditempat inilah menurut mereka banyak terdapat roh nenek moyang mereka, dewa-dewa dan hantu-hantu yang bisa memberikan kekuatan.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Rimba adalah matrilineal yang samadengan sistem kekerabatan budaya Minangkabau. Tempat hidup pascapernikahan adalah uxorilokal, artinya saudara perempuan tetap tinggal didalam satu pekarangan sebagai sebuah keluarga luas uxorilokal. Sedangkan saudara laki-laki dari keluarga luas tersebut harus mencari istri diluar pekarangan tempat tinggal. Orang Rimba tidak diperbolehkan memanggil istri atau suami dengan namanya, demikian pula antara adik dengan kakak dan antara anak dengan orang tua. Mereka juga tidak menyebut nama orang yang sudah 54 meninggal dunia. Sebenarnya menyebut nama seseorang dianggap tabu oleh orang Rimba. Sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran, gadis dan pemuda laki laki saling menjaga jarak. Waktu seorang anak laki-laki beranjak remaja atau dewasa, sekitar umur 14-16 tahun, bila tertarik kepada seorang gadis, akan mengatakan hal tersebut kepada orang tuanya. Lalu orangtuanya akan menyampaikan keinginan anak mereka kepada orang tua si gadis dan bersama-sama memutuskan apakah mereka cocok. Pernikahan yang terjadi antara orang desa dan orang Rimba, sama dengan antara anak kelompok Rimba dan kelompok Rimba lain.Ada tiga jenis perkawinan, yaitu; pertama dengan mas kawin. Kedua, dengan prinsip pencurahan, yang artinya laki-laki sebelum menikah harus ikut mertua dan bekerja di ladang dan berburu untuk dia membuktikan dirinya. Ketiga, dengan pertukaran gadis, artinya gadis dari
kelompok lain bisa ditukar dengan gadis dari kelompok tertentu sesuai dengan keinginan laki-laki dan gadis-gadis tersebut. Orang Rimba menganggap hubungan endogami keluarga inti (saudara seperut/suadara kandung) atau hubungan dengan orang satu darah, merupakan sesuatu yang tabu. Dengan kata lain, perbuatan sumbang (incest) dilarang, sama halnya dengan budaya Minangkabau. Mayoritas pernikahan adalah monogami, tetapi ada juga hubungan
poligami atau lebih tepat poligini, yang kelihatannya untuk melestarikan asal suku. Sebenarnya, adalah alasan sosial lain, samping melindungi 55 sumber anak adalah keinginan untuk memelihara janda atau perempuan mandul. Poligini jarang jadi di kelompok Temenggung Tarib. Umur harapan hidup laki-laki lebih pendek daripada harapan hidup perempuan dan perempuan selalu diutamakan, pada umumnya pekerjaan berbahaya dilakukan oleh laki-laki. Kaum kerabat merupakan sumber semua bantuan.Kelompok Temenggung Tarib terdiri dari 28 pesakan atau Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah kira-kira 100 jiwa. Sebenarnya kelompok
ini terbagi dua, yaitu di tempat Semapui yang berjumlah 9 KK dan ditempat dekat Paku Aji 19 KK. Temenggung Tarib sendiri pernah bercerai dan kawin lagi. Dia mempunyai 8 anak kandung, 3 jenton dan 5 betino,ditambah satu anak angkat betino.Penulis juga melakukan studi lapangan di kelompok Biring.Kelompok Biring terdiri dari 2 kelompok. Kelompok pertama, tinggal di hutan dibawah pemimpin Gera terdiri dari 6 KK saja. Kelompok kedua yang terdiri dari sekitar 12 KK sudah dibina, masuk Islam dan mendapat paket bantuan dari Depsos. Kebudayaan orang Rimba juga mengenal sistem pelapisan sosial.Temenggung adalah pemimpin utama dalam struktur kelompok., yang posisinya diwarisi sebagai hak lahir dari orang tua. Tetapi, jika pemimpin tidak sesuai atau disetujui oleh anggota kelompok, pemimpin bisa diganti melalui jalur “diskusi terbuka” atau forum yang bisa dilakukan dimana mana.56
Menurut Temenggung Tarib, jumlah kelompok yang diwakili oleh Temenggung naik dari 3 kelompok pada tahun 1980an, sampai 6 kelompok yang di wakili oleh Temenggung di Bukit Duabelas dewasa ini. Dulu ada kelompok Makekal, Kejasun dan Air Hitam, dewasa ini di daerah Makekal adalah kelompok yang di Temenggungi oleh Temenggung Mukir dan Temenggung Merah, daerah Kejasung dengan kelompok yang dipimpin oleh Temenggung Mijah, Marid, Kecik dan Jelita dan di daerah Air Hitam adalah kelompok Tarib dan Biring.Banyak interaksi dan lintas pernikahan (cross weddings) terjadi antar kelompok, misalnya istri Temenggung Tarib punya darah Makakal dan orang kelompok Tarib nikah orang kelompok Biring. Hal tersebut mengakibatkan struktur dan komposisi organisasi sosial hampir sama dengan kelompok lain. Temenggung Biring setelah pindah keluar dan menganut agama Islam berganti nama dan sekarang dikenal dengan nama Pak Helmi. Sebenarnya anggota kelompok Biring serta anggota kelompok Tarib terpisah. Artinya, ada anggota yang tinggal di hutan secara tradisional dan ada anggota kelompok yang pindah keluar yang dapat bantuan dan merubah kepercayaan. Mungkin alasan memisahkan diri adalah faktor ekonomi atau faktor akulturasi dengan budaya pasca tradisional. Menurut mantan Temenggung Biring, pak Helmi, struktur masyarakat terdiri dari: Temenggung adalah kepala suku. Ketika dia absen dia diwakili wakil Temenggung. Seorang yang bergelar Depati bertugas 57 menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan hukum dan keadilan. Seorang yang bergelar Debalang yang tugasnya terkait dengan stabilitas keamanan masyarakat dan seorang yang bergelar Manti yang tugasnya memanggil masyarakat pada waktu tertentu. Pengulu adalah sebuah institusi sosial yang mengurus dan memimpin masyarakat orang Rimba. Ada juga yang bertugas seperti dukun, atau Tengganai dan Alim yang mengawasi dan melayani masyarakat dalam masalah spiritual dan di bidang kekeluargaan, nasehat adat dan sebagainya Temenggung Tarib sangat aktif mengorganisir hubungan dengan dunia luar, supaya nasib orang Rimba diketahui. Misalnya dia bertemu dengan Presiden Megawati Sukarnoputri, menjadi pewakil orang Rimba dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Jakarta, 15-22 Maret 1999 dan wakil orang Rimba untuk Dewan Aliansi Daerah untuk Aliansi Masyarakat Daerah propinsi Jambi dari periode 1999 sampai sekarang.
Orang Rimba yang tinggal di pinggir Bukit Duabelas berinteraksi cukup sering dengan orang desa. Kelihatannya orang Rimba yang tinggal lebih didalam Bukit Duabelas tidak berinteraksi sama sekali. Orang Rimba sebenarnya sering memerlukan bantuan dari orang Rimba yang bermukim di pinggir hutan. Mereka minta bantuan untuk mendapat barang dari pasar. Maksudnya, orang Rimba yang tinggal didalam Bukit Duabelas memesan barang yang dijual di pasar kepada orang Rimba di pinggir hutan, dan diambil oleh mereka setelah barangnya sudah didapat.58 Posisi Jenang, atau penghubung antara orang Rimba dan pemerintah adalah warisan dari masa lampau, waktu belum sering adahubungan dengan luar. Tugas pertamanya beli barang dan jual kepada pihak tertentu, serta jalur komunikasi dengan luar. Kelihatannya posisinya terkadang disalahgunakan, itu alasan saat Jenang meninggal posisinya tidak diisi lagi dan orang Rimba yang sudah cukup biasa dengan prosedur, melakukan perundingan sendiri dengan luar
Organisasi Sosial Suku Anak Dalam
Masyarakat Suku Anak Dalam hidup secara berkelompok, namun keberadaan kelompok ini tidak dibatasi oleh wilayah tempat tinggal tertentu. Mereka bebas saja untuk tinggal bersama dengan kelompok lain. Namun mereka tidak dengan mudah berganti-ganti kelompok / tumenggungnya karena sudah ada hukum adat yang mengaturnya. Jika terjadi perkawinan antar kelompok ada kencenderungan bahwa pihak laki-laki akan mengikuti kelompok dari istrinya.
Susunan organisasi sosial pada masyarakat Suku Anak Dalam terdiri dari :
Tumenggung : Kepala adat / Kepala masyarakat
Wakil Tumenggung : Pengganti Tumenggung jika berhalangan
Depati : Pengawas terhadap kepemimpinan tumenggung
Mentri : Menyidang orang secara adat / hakim
Mangku : Penimbang keputusan dalam sidang adapt
Anak Dalam : Menjemput Tumenggung ke sidang adapt
Debalang Batin : Pengawal Tumenggung
Tengganas / Tengganai : Pemegang keputusan tertinggi sidang adat dan Dapat membatalkan keputusan
Seperti dikemukakan di awal bahwa kepemimpinan Suku Anak Dalam sudah tidak terdapat pemimpin yang punya kemampuan kekuasaan yang mutlak. Pemimpin mereka sekarang dipilih berdasarkan pengajuan Tumenggung sebelumnya untuk kemudian ditanyakan seluruh anggotanya menduduki jabatan tertentu dalam organisasi sosial mereka. Jika sebagian besar menyetujui maka orang tersebut dapat menduduki jabatan tersebut dan disahkan melalui pertemuan adat dalam suatu upacara.
Jabatan Tumenggung yang terlihat punya kekuasaan cukup besarpun masih dibatasi oleh beberapa jabatan lain seperti jabatan Tengganas yang mampu membatalkan keputusan Tumenggung. Ini menunjukkan bahwa Suku Anak Dalam telah mengenal suasana demokrasi secara sehat. Kepemimpinan merekapun masih dibicarakan dan harus memperoleh suara kelompoknya, walau memang masih mutlak akan menduduki jabatan Tumenggung, apabila dia dinilai sudah banyak menyimpang dari adat Suku Anak Dalam berarti sudah banyak menggunakan kebiasaan Orang Terang.
0 komentar:
Post a Comment