JAMBI – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Provinsi Jambi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dibanding tahun 2007, KDRT Jambi 2008 naik 63 persen.
Data yang terangkum dalam rekapitulasi gangguan Kamtibmas Polda Jambi dan jajaran tahun 2007 menunjukkan, KDRT tercatat sebanyak 16 kasus. 4 kasus di Polda, 6 Poltabes, 2 di Polres Batanghari, 1 Merangin, 1 Tebo, dan 2 kasus di Muarojambi.
Dari 16 kasus itu, hanya 14 kasus yang selesai tindak pidananya. Masing-masing 3 kasus di Polda, 5 kasus di Poltabes, 2 Batanghari, 1 Tanjab Barat, dan 3 Muarojambi.
Sementara, dari data yang sama, tercatat peningkatan kasus KDRT di Provinsi Jambi pada 2008, yakni 26 kasus atau sekitar 63 persen dibanding 2007.
Rinciannya, laporan KDRT yang masuk di Polda Jambi sebanyak 9 kasus, di Poltabes 6, Batanghari 3, Bungo 2, Kerinci 1, Tebo 1, Tanjab Timur 1, Muarojambi 1, dan Sarolangun 2 kasus.
Dari 26 kasus yang ada pada 2008, hanya 18 yang selesai tindak pidananya, yakni Polda Jambi 3, Poltabes 6, Batanghari 2, Bungo 2, Kerinci 1, Tanjab Timur 1, Muarojambi 1 dan Sarolangun 2.
Kasus KDRT yang masuk ke meja hijau hanya sedikit. Pada 2007, di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi tercatat 10 kasus dimejahijaukan. Sedangkan pada 2008 4 kasus. Semua kasus itu memiliki putusan hukum yang kuat.
“Rata-rata kasus KDRT selesai sebelum masuk persidangan. Biasanya sih pakai sistem kekeluargaan,” ungkap Wakil Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Wardiah melalui Sekretaris Rosnini kemarin (23/11).
Dijelaskan, terjadinya KDRT disebabkan beberapa hal, seperti masalah ekonomi, perselingkuhan, dan istri yang tidak memiliki keterampilan lain selain mengurus rumah tangga alias istri tak bekerja.
Soal istri tak bermatapencaharian, Rosnini dengan tegas menyatakan itu merupakan faktor paling banyak yang mengundang terjadinya KDRT. Pasalnya, jika wanita sehari-hari hanya mengurus rumah tangga, tentu wawasannya kurang.
“Seringnya IRT itu suntuk, jadi suaminya terus yang jadi sasaran. Kalau suami datang-datang tidak memberi uang, bisa timbul pertengkaran. Apalagi kalau suaminya capek terus dilayani, jadinya bak-buk (terjadi penganiayaan),” bebernya.
Untuk itu, P2TP2A yang dibinai Biro Pemberdayaan Perempuan Kesehatan Keluarga dan Lingkungan Setda Provinsi Jambi berupaya terus meningkatkan kreativitas di kalangan istri, khususnya istri yang hanya berstatus ibu rumah tangga.
Menurutnya, dengan kegiatan pembinaan keterampilan, wanita akan bisa membuka usaha sendiri guna menambah pendapatan bagi keluarga. Selain itu tentu ada kegiatan lain yang menyibukkan seorang IRT sehingga tak melulu di bawah pengaruh suami.
“Kalau di rumah terus, cemburunya besar. Semua tergantung sama suami. Nah, kalau ada pekerjaan lain, wanita bisa lebih mandiri, mudah-mudahan bisa mengurangi angka KDRT,” jabarnya memberi solusi.
Sementara, soal kasus KDRT, rata-rata yang menjadi korban adalah wanita dan anak-anak. Meskipun pada 2007 tercatat ada satu kasus yang korbannya adalah lelaki alias suami.
Secara rinci, laporan KDRT yang langsung masuk ke P2TP2A sebanyak 23 kasus. 20 Kasus KDRT secara umum, 2 kasus kekerasan terhadap orang dewasa, dan 1 kasus kekerasan terhadap anak-anak.
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang KDRT, yang masuk kategori KDRT ada lima tindakan, yakni kekerasan fisik, psikis, pencabulan, pelecehan, dan penelantaran. Tetapi secara khusus KDRT dikelompokkan pada kegiatan kekerasan oleh atau terhadap suami, istri, dan anak-anak.
Dari data yang masuk ke P2TP2A dari tahun 2007 hingga Oktober 2008, terjadi penurunan signifikan. “Tahun ini menurun. Tapi ini kan data laporan yang masuk ke kita. Belum termasuk laporan yang masuk ke Polda atau Poltabes,” jabar Rosnini.
Data tahun 2008 baru direkap oleh pihaknya pada akhir 2008. Data itu diambil dari berbagai sumber, di antaranya Polda Jambi dan berita di media massa lokal.
“Di media massa kita lihat juga ada penurunan. Kalau tahun lalu 27 kasus, tahun ini 10 kasus. Kita kan selalu mengkliping berita-berita KDRT di media lokal,” tandasnya, seraya berharap KDRT berkurang di tahun mendatang.(nas)
Data yang terangkum dalam rekapitulasi gangguan Kamtibmas Polda Jambi dan jajaran tahun 2007 menunjukkan, KDRT tercatat sebanyak 16 kasus. 4 kasus di Polda, 6 Poltabes, 2 di Polres Batanghari, 1 Merangin, 1 Tebo, dan 2 kasus di Muarojambi.
Dari 16 kasus itu, hanya 14 kasus yang selesai tindak pidananya. Masing-masing 3 kasus di Polda, 5 kasus di Poltabes, 2 Batanghari, 1 Tanjab Barat, dan 3 Muarojambi.
Sementara, dari data yang sama, tercatat peningkatan kasus KDRT di Provinsi Jambi pada 2008, yakni 26 kasus atau sekitar 63 persen dibanding 2007.
Rinciannya, laporan KDRT yang masuk di Polda Jambi sebanyak 9 kasus, di Poltabes 6, Batanghari 3, Bungo 2, Kerinci 1, Tebo 1, Tanjab Timur 1, Muarojambi 1, dan Sarolangun 2 kasus.
Dari 26 kasus yang ada pada 2008, hanya 18 yang selesai tindak pidananya, yakni Polda Jambi 3, Poltabes 6, Batanghari 2, Bungo 2, Kerinci 1, Tanjab Timur 1, Muarojambi 1 dan Sarolangun 2.
Kasus KDRT yang masuk ke meja hijau hanya sedikit. Pada 2007, di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi tercatat 10 kasus dimejahijaukan. Sedangkan pada 2008 4 kasus. Semua kasus itu memiliki putusan hukum yang kuat.
“Rata-rata kasus KDRT selesai sebelum masuk persidangan. Biasanya sih pakai sistem kekeluargaan,” ungkap Wakil Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Wardiah melalui Sekretaris Rosnini kemarin (23/11).
Dijelaskan, terjadinya KDRT disebabkan beberapa hal, seperti masalah ekonomi, perselingkuhan, dan istri yang tidak memiliki keterampilan lain selain mengurus rumah tangga alias istri tak bekerja.
Soal istri tak bermatapencaharian, Rosnini dengan tegas menyatakan itu merupakan faktor paling banyak yang mengundang terjadinya KDRT. Pasalnya, jika wanita sehari-hari hanya mengurus rumah tangga, tentu wawasannya kurang.
“Seringnya IRT itu suntuk, jadi suaminya terus yang jadi sasaran. Kalau suami datang-datang tidak memberi uang, bisa timbul pertengkaran. Apalagi kalau suaminya capek terus dilayani, jadinya bak-buk (terjadi penganiayaan),” bebernya.
Untuk itu, P2TP2A yang dibinai Biro Pemberdayaan Perempuan Kesehatan Keluarga dan Lingkungan Setda Provinsi Jambi berupaya terus meningkatkan kreativitas di kalangan istri, khususnya istri yang hanya berstatus ibu rumah tangga.
Menurutnya, dengan kegiatan pembinaan keterampilan, wanita akan bisa membuka usaha sendiri guna menambah pendapatan bagi keluarga. Selain itu tentu ada kegiatan lain yang menyibukkan seorang IRT sehingga tak melulu di bawah pengaruh suami.
“Kalau di rumah terus, cemburunya besar. Semua tergantung sama suami. Nah, kalau ada pekerjaan lain, wanita bisa lebih mandiri, mudah-mudahan bisa mengurangi angka KDRT,” jabarnya memberi solusi.
Sementara, soal kasus KDRT, rata-rata yang menjadi korban adalah wanita dan anak-anak. Meskipun pada 2007 tercatat ada satu kasus yang korbannya adalah lelaki alias suami.
Secara rinci, laporan KDRT yang langsung masuk ke P2TP2A sebanyak 23 kasus. 20 Kasus KDRT secara umum, 2 kasus kekerasan terhadap orang dewasa, dan 1 kasus kekerasan terhadap anak-anak.
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang KDRT, yang masuk kategori KDRT ada lima tindakan, yakni kekerasan fisik, psikis, pencabulan, pelecehan, dan penelantaran. Tetapi secara khusus KDRT dikelompokkan pada kegiatan kekerasan oleh atau terhadap suami, istri, dan anak-anak.
Dari data yang masuk ke P2TP2A dari tahun 2007 hingga Oktober 2008, terjadi penurunan signifikan. “Tahun ini menurun. Tapi ini kan data laporan yang masuk ke kita. Belum termasuk laporan yang masuk ke Polda atau Poltabes,” jabar Rosnini.
Data tahun 2008 baru direkap oleh pihaknya pada akhir 2008. Data itu diambil dari berbagai sumber, di antaranya Polda Jambi dan berita di media massa lokal.
“Di media massa kita lihat juga ada penurunan. Kalau tahun lalu 27 kasus, tahun ini 10 kasus. Kita kan selalu mengkliping berita-berita KDRT di media lokal,” tandasnya, seraya berharap KDRT berkurang di tahun mendatang.(nas)
1 komentar:
wahhh,,benci bangat gua ma namanya kdrt,,pengecut abis,,arrggghhh..x(
Post a Comment